Blog ini mengeksplorasi dan menampilkan teori-teori ilmu sosial dan politik, hukum, kependidikan, ekonomi, yang dapat dijadikan sebagai referensi dan pisau analisis dalam melakukan penelitian.

ATRIBUT PRODUK WISATA SEBAGAI FAKTOR KEPUASAN WISATAWAN GUNA MENINGKATKAN WISATAWAN PADA TEMPAT WISATA TAMAN X

28 Desember 2008

1. Judul Penelitian
ATRIBUT PRODUK WISATA SEBAGAI FAKTOR KEPUASAN WISATAWAN GUNA MENINGKATKAN WISATAWAN PADA TEMPAT WISATA TAMAN X

2. Latar Belakang
Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki obyek-obyek wisata yang sangat menarik telah secara serius memperhatikan perkembangan sektor pariwisata, hal ini ditunjukkan dengan dicanangkannya sektor ini sebagai penghasil devisa utama di tahun 2008 dengan program ”Visit Indonesia 2008”
Penetapan tahun 2008 sebagai tahun kunjungan wisata mengharuskan sektor ini berbenah diri karena sektor ini sangat diandalkan untuk bisa menyumbang devisa yang sangat berarti bagi negara kita yang sedang mengalami keterpurukan ekonomi ini. Perkembangan dunia wisata diharapkan akan berdampak pada peningkatan jumlah kunjungan wisatawan, hal ini perlu didukung dengan tersedianya fasilitas-fasilitas umum pendukung industri pariwisata, di samping dengan terus memperbaiki outlook dari daya tarik wisata yang ditawarkan.
Upaya pengelolaan obyek-obyek daerah tujuan wisata di Kabupaten XXX juga telah menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan, hal ini ditunjukan dengan meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan ke XXX terutama pantai Plengkung yang telah dikenal hingga ke mancanegara. Hal ini merupakan sinyalmen positif bagi pengembangan daerah kunjungan wisata di sekitar karena hal tersebut juga menunjukkan adanya minat dari calon wisatawan untuk mengunjungi XXX.
Kawasan wisata Taman XXX sebagai salah satu aset pariwisata XXX perlu diperhatikan mengingat kawasan wisata ini memiliki daya tarik alami yang tidak dimiliki oleh obyek wisata sejenis. Penanganan yang profesional atas aset pariwisata ini juga perlu ditingkatkan terutama perencanaan dan penataan yang berwawasan alam dan budaya.
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas penulis tertarik untuk mengambil judul penelitian ini yaitu : “Pengaruh Atribut Produk Wisata Terhadap Kepuasan Wisatawan Pada Kawasan Wisata Taman XXX XXX”.




3. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dijelaskan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan pokok dalam penelitian ini yaitu :
a. Apakah terdapat pengaruh atribut produk wisata yang meliputi atraksi wisata, fasilitas, dan akses menuju obyek wisata terhadap kepuasan wisatawan pada kawasan wisata Taman XXX XXX ?
b. Atribut produk wisata manakah yang paling dominan dalam memberikan pengaruh terhadap kunjungan wisatawan pada kawasan wisata Taman XXX XXX?


4. Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada atribut produk wisata yang meliputi atraksi wisata, fasilitas obyek wisata, dan akses menuju obyek wisata serta pengaruhnya terhadap kepuasan wisatawan pada kawasan wisata Taman XXX XXX.

5. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
5.1 Tujuan dan Penelitian
Berdasarkan pada pokok permasalahan yang telah diuraikan, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Untuk menjelaskan pengaruh atribut produk wisata terhadap kepuasan kunjungan wisatawan ke kawasan wisata Taman XXX XXX;
2. Untuk mengetahui atribut produk wisata yang memiliki pengaruh paling dominan terhadap kunjungan wisatawan ke Taman XXX XXX

5.2 Manfaat Penelitian
Untuk digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pengelola wisata Taman XXX dalam kaitannya dengan upaya menciptakan kepuasan wisatawan.

6. Tinjauan Pustaka
6.1 Pengertian Manajemen Pemasaran
Pemasaran telah didefinisikan dengan banyak cara oleh banyak ahli ekonomi. Salah satunya Philip Kotler (2002:8) mendefinisikan pemasaran sebagai berikut: " Pemasaran adalah suatu proses sosial dan managerial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain."
Philip Kotler (2002:9) lebih lanjut menyatakan bahwa definisi pemasaran ini bersandar pada konsep inti pemasaran yakni:
- Kebutuhan (needs ) : apa yang dirasa untuk dipenuhi yang bersifat alami.
- Keinginan (wants) ; apa yang dirasa untuk dipenuhi karena keberadaannya dalam lingkungan hidup.
- Permintaan (demans); apa yang dirasa untuk dipenuhi karena mempunyai daya beli.

Pemasaran berarti bekerja dengan pasar untuk mewujudkan transaksi potensial guna memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia. Konsep pertukaran mengarah pada konsep pasar, menurut Philip Kotler (2002:10) adalah sebagai berikut:
"Pasar terdiri dari semua pelanggan potensial yang memiliki kebutuhan dan keinginan tertentu yang sama, yang mungkin bersedia dan mampu melaksanakan pertukaran untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan."

Konsep pemasaran diperbaharui oleh Philip Kotler dan Gary Armstrong yang ditulis dalam bukunya. Mereka mengatakan bahwa dewasa ini, pemasaran harus dipahami tidak dalam arti lama yaitu melakukan penjualan " bercerita dan menjual" tetapi dalam arti baru, yaitu memuaskan kebutuhan pelanggan (Philip Kotler dan Gary Armstrong,2001:5).
Sedangkan pengertian pemasaran menurut Murti Sumarni - John Soeprihanto (1998:261) adalah:
"Pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan, baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial."
Jadi dari definisi - definisi di atas yang telah dikemukakan oleh para ahli tersebut pada dasarnya adalah sama yakni untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan dari konsumen akan barang dan jasa dengan menciptakan produk barang dan jasa yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan.
Bila pemasar melakukan tugas memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan dengan baik, mengembangkan produk yang memberikan nilai, bersifat superior, dan menetapkan harga, mendistribusikan, serta mempromosikannya secara efektif, produk atau jasa ini akan dijual dengan sangat mudah.

6.2 Bauran Pemasaran (Marketing Mix)
Bauran pemasaran mempakan konsep utama dalam pemasaran modern yang lebih dikenal dengan marketing mix. Bauran pemasaran (marketing mix), menurut Philip Kotler (2002:18) yaitu : " Bauran pemasaran (marketing mix) adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terus - menerus mencapai pemasarannya di pasar sasaran."
Menurut Murti Sumarni - John Soeprihanto (1998:274) adalah sebagai berikut: "Bauran Pemasaran ( niarketing mix ) adalah kombinasi dari variable atau kegiatan yang merupakan inti dari system pemasaran yaitu : produk, harga, saluran distribusi dan promosi."
Bauran pemasaran terdiri dari empat variabel yaitu produk, harga, tempat/saluran distribusi dan promosi. Dimana keempat variabel saling mempengaruhi satu sama lainnya. Berikut ini akan dijelaskan elemen - elemen pokok yang ada dalam marketing mix antara lain :
1. Produk
Adalah sesuatu yang ditawarkan kepada pasar untuk mendapatkan perhatian, untuk dimiliki, digunakan ataupun dikonsumsi untuk memenuhi suatu kebutuhan atau keinginan. Elemen - elemen dari produk mencakup tentang : merek, bentuk, kemasan, garansi, kualitas, ukuran, design, pilihan dan servis sesudah penjualan.
2. Harga
Adalah nilai suatu barang atau jasa yang ditawarkan , yang ditentukan dengan berbagai pertimbangan yang menyangkut biaya, tenaga kerja dan lain - lain. Elemen - elemen dari harga mencakup : diskon, daftar harga, pembayaran, kredit, dan rekomendasi.
3. Tempat/ distribusi
Adalah suatu tempat dimana kita dapat memasarkan produk -produk dan jasa– jasa yang kita miliki untuk sampai ke konsumen.
4. Promosi
Adalah suatu tindakan yang memperkenalkan produk kita kepada masyarakat luas agar mengetahui keberadaan produk kita. Elemen - elemen promosi mencakup publikasi, iklan, promosi penjualan, dan pemasaran langsung.

6.3 Pengertian Pariwisata
Pengertian tentang pariwisata sangat beragam tetapi sebagian besar menjelaskan bahwa pariwisata berkaitan dengan wisatawan yang memiliki keragaman motivasi, sikap dan pengaruh. H. Kodyat (1983:4) mendefinisikan pariwisata sebagi perjalanan dari satu tempat ke tempat yang lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam dan seni.
Menurut Gamal Suwantoro (1973:3), pariwisata merupakan suatu proses kepergian sementara dari seseorang atau lebih menuju ke tempat lain di luar tempat tinggalnya, dorongan kepergiannya adalah untuk berbagai kepentingan, baik kepentingan ekonomi, sosial, kebudayaan, politik, agama, kesehatan maupun kepentingan lain seperti sekedar ingin tahu, menambah pengalaman maupun untuk belajar.

Penjabaran tentang pariwisata secara luas dikemukakan oleh Wahab (1998:47), bahwa pariwisata merupakan salah satu industri gaya baru yang mampu menyediakan pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat dalam hal kesempatan kerja, pendapatan, taraf hidup dan dalam mengaktifkan sektor produksi lain di dalam negara penerima wisatawan, selanjutnya sebagai sektor yang kompleks pariwisata juga meliputi industri-industri klasik yang sebenarnya seperti kerajinan tangan dan cindera mata, penginapan dan transportasi juga bisa dipandang sebsagai industri pariwisata.

Di dalam Undang-Undang Kepariwisataan Republik Indonesia Nomor 9 tahun 2000, dijelaskan bahwa pariwisata ”adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut.”

6.4 Pengertian Produk Wisata
Produk wisata merupakan rangkaian dari berbagai jasa yang saling terkait, yaitu jasa yang dihasilkan dari berbagai perusahaan (segi ekonomis), jasa masyarakat (segi sosial) dan jasa alam.
Menurut Suswantoro (2007:75) pada hakekatnya pengertian produk wisata “adalah keseluruhan palayanan yang diperoleh dan dirasakan atau dinikmati wisatawan semenjak ia meninggalkan tempat tinggalnya sampai ke daerah tujuan wisata yang dipilihnya dan sampai kembali kerumah dimana ia berangkat semula”

Produk wisata sebagai salah satu obyek penawaran dalam pemasaran pariwisata memiliki unsur-unsur utama yang terdiri 3 bagian (Oka A. Yoeti, 2002:211) :
1. Daya tarik daerah tujuan wisata, termasuk didalamnya citra yang dibayangkan oleh wisatawan
2. Fasilitas yang dimiliki daerah tujuan wisata, meliputi akomodasi, usaha pengolahan makanan, parkir, trasportasi, rekreasi dan lain-lain.
3. Kemudahan untuk mencapai daerah tujuan wisata tersebut.

Mason (2000:46) dan Poerwanto (1998:53) telah membuat rumusan tentang komponen-komponen produk wisata yaitu :
1. Atraksi, yaitu daya tarik wisata baik alam, budaya maupun buatan manusia seperti festival atau pentas seni
2. Aksesbilitas, yaitu kemudahan dalam memperoleh atau mencapai tujuan wisata seperti organisasi kepariwisataan (travel agent)
3. Amenities yaitu fasilitas untuk memperoleh kesenangan. Dalam hal ini dapat berbentuk akomodasi, kebersihan dan keramahtamahan
4. Networking, yaitu jaringan kerjasama yang berkaitan dengan produk yang ditawarkan baik lokal, nasional maupun internasional.

6.5 Pengertian Wisatawan
Dalam Undang-Undang Kepariwisataan Nomor 9 tahun 2000, wisatawan didefinisikan sebagai orang yang melakukan kegiatan wisata. Jadi menurut pengertian ini, “semua orang yang melakukan perjalanan wisata disebut “wisatawan” apapun tujuannya yang penting perjalanan itu bukan untuk menetap dan tidak untuk mencari nafkah di tempat yang dikunjungi.”
Menurut IUOTO (International Union of Official Travel Organization) sebagaimana disebutkan dalam Annex II, kata tourist atau wisatawan haruslah diartikan sebagai (RS. Damardjati, 2001:88):
1. Orang yang bepergian untuk bersenang-senang (pleasure), untuk kepentingan keluarga, kesehatan dan lain sebagainya.
2. Orang-orang yang bepergian untuk kepentingan usaha.
3. Orang-orang yang datang dalam rangka perjalanan wisata walaupun mereka singgah kurang dari 24 jam.

6.6 Analisis Regresi Linier Berganda
Metode Analisis merupakan proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Dalam penelitian ini digunakan analisis data statistik, dimana salah satu fungsi pokok statistik adalah menyederhanakan data penelitian yang amat besar jumlahnya menjadi informasi yang lebih sederhana dan lebih mudah untuk dipahami.
Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik kuantitatif, yaitu analisis terhadap data yang telah diberi skor sesuai dengan skala yang telah ditetapkan dengan menggunakan formula-formula statistik. Pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengukuran ordinal (bertingkat) dengan skala likert. Skala ini mengurutkan data dari tingkat yang paling rendah ke tingkat yang paling tinggi. Oleh karena itu analisis data yang dipergunakan adalah analisis Regresi Linier Berganda. Regresi Linier Berganda ini dipergunakan untuk mengukur arah dan besar pengaruh antara variabel bebas (atraksi, fasilitas dan aksesbilitas) dengan variabel terikatnya (kepuasan wisatawan) Anto Dajan (1996 : 325).
6.7 Analisis Determinasi dan Korelasi
Abdul Hakim dalam bukunya Statistik Induktif (2000:366) menjelaskan bahwa “Analisis Determinasi mempunyai tujuan untuk mencari seberapa jauh pengaruh atribut produk wisata terhadap tingkat kepuasan wisatawan”.
Koefisien korelasi dapat dikatakan sebagai hubungan antara variabel terikat atau dependen dengan variabel bebas atau independen. Yang termasuk variabel bebas adalah atraksi wisata, fasilitas, aksesbilitas, sedangkan yang termasuk variabel terikat adalah tingkat kepuasan wisatawan.
6.8 Uji Hipotesis
Hipotesis penelitian ditentukan sebagai berikut:
“Bahwa ada pengaruh antara atribut produk wisata dengan tingkat kepuasan wisatawan di Taman XXX XXX”.
Untuk menguji hipotesis tersebut, maka digunakan uji sebagai berikut:
1) Uji F (Uji Fisher)
Uji F ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas (atraksi, fasilitas dan aksesbilitas) terhadap variabel terikat (kunjungan wisatawan) secara simultan atau bersama-sama (Anton Dajan 1996 : 335)
2) Uji T (Parsial)
Uji t ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas (atraksi, fasilitas dan aksesbilitas) terhadap variabel terikat (kunjungan wisatawan) secara parsial atau sendiri-sendiri (Anton Dayan 1996 : 336) .



7. Metode Penelitian
7.1 Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini penulis melakukan penelitian pada kawasan wisata Taman XXX yang terletak di desa Kemiren, XXX. Pertimbangan pemilihan lokasi ini lebih didasari pada kepopuleran obyek wisata Taman XXX sebagai salah satu ikon wisata di XXX di antara sekian banyak obyek wisata yang tersebar di XXX. Selain itu, obyek wisata Taman XXX dikelola oleh pihak swasta dengan manajemen modern dan berorientasi terhadap profit.

7.2 Metode Pengumpulan data
Dalam rangka mendapatkan data-data yang dibutuhkan bagi kegiatan penelitian ini, maka data-data yang berada di lapangan dikumpulkan dengan cara sebagai berikut :
1) Observasi yaitu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara pengamatan langsung serta mengadakan pencatatan atas segala sesuatu yang terkait dengan yang diteliti.
2) Kuisioner yaitu suatu metode pengumpulan data dengan memberikan daftar pertanyaan kepada responden baik secara langsung maupun tidak langsung.
3) Wawancara yaitu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara tanya jawab secara langsung kepada pihak-pihak terkait.



7.3 Metode Pengambilan Sampel
Sampel meliputi sebagian atau wakil populasi yang diobservasi. Dinamakan penelitian sampel apabila kita bermaksud untuk menggeneralisasikan hasil penelitian sampel. Jika sampel = n merupakan bagian dari populasi = N, maka n ≤ N (nilai n lebih kecil dan bisa juga sama dengan N, tetapi pada umumnya selalu lebih kecil) kalau jumlah populasi = 1000, maka sampel bisa terdiri dari 100, 200, dan atau 500, yaitu suatu jumlah elemen yang lebih kecil dari 1000. Jumlah elemen dalam sampel tergantung antara lain pada biaya yang tersedia serta tingkat ketelitian informasi atau data yang akan diperoleh
Sampel yang menjadi responden ditentukan berdasarkan Eksidental Sampling, yakni metode pengambilan sample yang didasarkan atas keberadaan responden yang secara kebetulan berada dalam populasi penelitian. Pertimbangannya bahwa karakteristik responden sulit diketahui atau belum diketahui. Selain itu waktu kunjungan relatif singkat, dan untuk menemuinya relatif sulit. Adapun jumlah responden yang digunakan sebagai sampel adalah 100 orang, dengan dasar pengukuran menurut Maholtra (1999:46) yaitu minimal lima kali jumlah variabel yang diteliti.

7.4 Pengukuran Variabel Penelitian
Pengukuran berfungsi untuk menunjukkan angka-angka pada suatu variabel menurut metode tertentu. Pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengukuran ordinal (bertingkat) dengan skala likert. Dimana skala ini mengurutkan data dari tingkat yang paling rendah ke tingkat yang paling tinggi atau sebaliknya dengan interval yang tidak harus sama.
Skala Likert ini berhubungan dengan pernyataan tentang sikap seseorang terhadap sesuatu, misalnya puas-tidak puas, senang-tidak senang dan baik-tidak baik. Melalui daftar pertanyaan yang ada diperoleh masing-masing item dari setiap variabel.
Untuk setiap item dalam variabel dalam daftar pertanyaan menggunakan kriteria sebagai berikut :
Untuk Variabel X:
1. Jawaban A bernilai 5 = Sangat setuju
2. Jawaban B bernilai 4 = setuju
3. Jawaban C bernilai 3 = Kurang setuju
4. Jawaban D bernilai 2 = Tidak setuju.
5. Jawaban E bernilai 1 = Sangat tidak setuju.
Untuk Variabel Y:
1. Jawaban A bernilai 5 = Sangat puas
2. Jawaban B bernilai 4 = puas
3. Jawaban C bernilai 3 = Kurang puas
4. Jawaban D bernilai 2 = Tidak puas.
5. Jawaban E bernilai 1 = Sangat tidak puas.




8. Metode Analisis Data
8.1 Uji Validitas
Validitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur betul-betul mengukur apa yang perlu diukur atau sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini dapat dikatakan valid apabila terdapat kesesuaian antara data yang dikumpulkan dengan data yang sesungguhnya. Untuk menguji tingkat validitas data,dalam penelitian ini digunakan uji validitas konstruk (construct validity) yaitu pengujian validitas dimana skor dari semua pertanyaan atau pernyataan yang disusun berdasarkan dimensi konsep korelasi dengan skor total. Teknik yang digunakan adalah mengkorelasikan antara skor yang diperoleh dengan masing-masing item (pertanyaan atau pernyataan) dengan skor total. Skor total adalah nilai yang diperoleh dari hasil penjumlahan semua skor item. Dengan rumus yang digunakan yaitu Product Moment.

Dimana :
N = Jumlah Responden.
X = Skor total tiap-tiap item.
Y = Skor total.
Kreteria pengujian test validitas :
 Jika koefisien korelasinya > r-tabel,maka hasilnya dapat dikatakan valid.
 Jika nilai signifikansi  0,05 , maka hasilnya dapat dikatakan valid.
8.2 Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran dapat diandalkan/dipercaya, atau sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali/lebih terhadap gejala yang sama dengan alat pengukur yang sama.
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini dapat dikatakan reliabel apabila hasil penelitian tersebut mendapatkan hasil yang sama jika dilakukan penelitian berulang atau mampu mengungkap data yang dapat dipercaya. Untuk menguji reliabilitas dalam penelitian ini digunakan rumus Cronbach Alpha ( ) sebagai berikut :

Dimana :
ri = Reliabilitas instrumen
k = Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
Si2 = Jumlah varians total
St2 = Varians total
Rumus untuk varians total dan varians item yaitu :



Dimana :
JKi = Jumlah kuadrat seluruh skor item.
JKs = Jumlah kuadrat subyek.
Kreteria pengujian test reliabilitas :
 Jika nilai alpha > r-tabel, maka hasilnya dapat dikatakan reliabel.

8.3 Analisis Regresi Linier Berganda
Regresi Linier Berganda ini dipergunakan untuk mengukur arah dan besar pengaruh antara variabel bebas (atraksi, fasilitas dan aksesbilitas) dengan variabel terikatnya (kepuasan wisatawan).
Adapun rumus yang digunakan:
Y = a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3
Dimana :
Y = Kepuasan Wisatawan
X1 = Variabel atraksi
X2 = Variabel fasilitas
X3 = Variabel aksesbilitas
a = Konstanta
b = Koefisien regresi

8.4 Koefisien Korelasi dan Koefisien Determinasi (r2)
8.4.1 Analisis Koefisien Korelasi ( r )
Untuk menentukan Koefisien Korelasi dirumuskan sebagai berikut :

Dimana:
r = koefisien korelasi
x = atribut wisata
y = kepuasan wisatawan
8.4.2 Analisis Koefisien Determinasi (r2)
Untuk mencari seberapa jauh pengaruh personal selling dan periklanan terhadap pengumpulan dana tabungan. Hal ini akan diperoleh dengan menggunakan Analisis Determinasi.
Koefisien determinasi disimbolkan dengan tanda (r2) dan rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :


8.5 Uji Hipotesis
8.5.1. Uji F (Uji Fisher)
Uji F ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas (atraksi, fasilitas dan aksesbilitas) terhadap variabel terikat (kunjungan wisatawan) secara simultan atau bersama-sama.
Langkah-langkah dalam Uji F sebagai berikut :
 Ho : 1= 2 = 3 = 0 artinya variabel atraksi, fasilitas dan aksesbilitas secara simultan tidak berpengaruh terhadap variabel wisatawan.
 Ha : 1 = 2 = 3  0 artinya variabel atraksi, fasilitas dan aksesbilitas secara simultan berpengaruh terhadap kepuasan wisatawan.
Perhitungan dengan menggunakan rumus :


Dimana :
n = Jumlah sampel.
k = Jumlah variabel bebas.
r2 = Koefisien determinasi.

8.5.2 Uji t (Parsial)
Uji t ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas (atraksi, fasilitas dan aksesbilitas) terhadap variabel terikat (kepuasan wisatawan) secara parsial atau sendiri-sendiri.
Langkah-langkah dalam Uji t sebagai berikut :
 Ho : 1 = 0 artinya variabel atraksi wisata, fasilitas dan aksesbilitas secara parsial tidak berpengaruh terhadap variabel kepuasan wisatawan.
 Ha : 2  0 artinya variabel atraksi, fasilitas dan aksesbilitas secara parsial berpengaruh terhadap variabel kunjungan wisatawan..
Perhitungan dengan menggunakan rumus :

Dimana :
Sb = Simpangan Baku dari b1, b2.....bn
bi = Koefisien Regresi dari X1,X2.....Xn


DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hakim, 2000, Statistik Induktif, Edisi Pertama – Yogyakarta
Dajan, Anto, 1986, Pengantar Metode Statistik. Jilid II. LP3ES. Jakarta,
Damardjati, RS, Istilah-istilah Dunia Pariwisata, Edisi Revisi, Cetakan Keenam, Pradnya Paramita, Jakarta, 2001
Kodyat, RA, Statistik Induktif Terapan, Edisi Keempat, BPFE UGM, 2001
Kotler, Philip dan Armstrong, Gary, Prinsip - prinsip Pemasaran, Jilid 2, Edisi Kedelapan,Penerbit Erlangga, Jakarta, 2001
Kotler, Philip, Manajemen Pemasaran, Jilid I, Edisi Indonesia, Edisi Milenium,Edisi Kesepuluh , Penerbit PT. Prenhallindo, Jakarta, 2002
Kotler, Philip, Manajemen Pemasaran, Jilid II, Edisi Indonesia, Edisi Milenium,Edisi Kesepuluh, Penerbit PT. Prenhallindo, Jakarta, 2002
Maholtra dan Lind AD, Statistik Induktif “For Business Economic” Edisi kesembilan, Erlangga, Jakarta, 1999
Mason, Robert, D, Teknik Statistika Untuk Bisnis dan Ekonomi, Edisi Kesembilan, Erlangga, Jakarta, 2000
Poerwanto, Geografi Pariwisata dalam Diktat Kuliah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Universitas Jember.
Saleh, Wahab, Manajemen Pariwisata, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1988
Sumarni, Murti dan Soeprihanto, John, Pengantar Bisnis (Dasar - Dasar Ekonomi Perusahaan), Edisi Kelima, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1998
Suswantoro, G, Dasar-Dasar Pariwisata, Penerbit Andi Offset, Yogyakarta, 1997
Sutojo, Siswanto dan Kleinsteuber, Friz, Strategi Manajemen Pemasaran, Edisi Pertama, Penerbit PT. Damair Mulia Pustaka, Jakarta, 2002
Swastha, Basu, Manajemen Pemasaran Modern, Edisi Ketiga, Penerbit Liberty, Yogyakarta,1998
Yoeti, Oka, Pemasaran Pariwisata Terpada, Penerbit Angkasa, Bandung 1996.



Pengaruh Analisa Kredit Terhadap Keputusan Kredit

27 Desember 2008

Pandangan Umum Bank
Dalam kehidupan sehari-hari hampir setiap orang tahu apa yang disebut bank, dan orang dapat menunjukan mana bank dan mana bukan bank. Tapi apa yang dimaksud dengan bank dan apa yang menjadi tanda bahwa sesuatu itu adalah bank, maka hal ini menjadi suatu pertanyaan apakah setiap orang dapat mengetahui atau mengerti akan maksud itu. Namun pengertian setiap orang akan berbeda, disamping karena perbedaan situasi dan kondisi dari suatu negara, juga karena bank merupakan perusahaan yang dinamis, sehingga gambaran tentang bank pada masa yang lalu dengan masa sekarang mengalami perubahan.
Di sini di kutip pendapat dari beberapa ahli dan menurut undang-undang mengenai pengertian bank :
- Person, ahli ekonomi dari Belanda, menyatakan:
"bank adalah badan yang menerima kredit", maksudnya adalah badan yang menerima simpanan dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito berjangka dan tabungan. Untuk mengelola simpanan dari masyarakat dan membayar biaya operasional bank, maka bank menyalurkan dana tersebut dalam bentuk investasi, untuk keperluan spekulasi dan memberikan kredit secara besar-besaran kepada bank-bank lain atau pemerintah. Dengan investasi dimaksudkan ikut ambil bagian dalam kegiatan perusahaan, dengan demikian memperoleh bagan kentungan berupa deviden atau tingkat bunga. (Rahardja; 1997: 65)

- Somary, seeorang bankir, memberikan definisi:
“bank adalah badan yang aktif memberikan kredit kepada nasabah, baik dalam bentuk kredit berjangka pendek, berjangka menengah dan panjang”. (Rahardja; 1997:65 )
Dana yang diperlukan dalam pemberian kredit tersebut berasal dari (a) modal yang disisihkan dari anggaran belanja negara untuk bank pemerintah, dan (b) modal saham untuk bank swasta. Apabila modal yang disetor tersebut tidak mencukupi kebutuhannya, maka bank dapat melakukan pengumpulan dana kredit likuiditas dari Bank Sentral, pinjaman dari bank-bank dalam negeri dan luar negeri, menerbitkan saham baru, menerbitkan obligasi, menerbitkan sertifikat bank.
Keuntungan bank semacam ini diperoleh dari selisih bunga dari kredit yang diterima ( kredit likuiditas, pinjaman bank, obligasi dan sertifikat bank). G. M. Verrijn Stuart memberikan definisi bahwa:
“ bank adalah badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat-alat pembayarannya sendiri maupun yang diperoleh dari orang lain, atau dengan jalan mengeluarkan alat-alat penukar baru berupa uang giral”.

Dengan demikian, bank adalah badan yang menerima kredit ( berupa giro, deposito dan tabungan ), memberikan kredit (baik jangka pendek, menengah maupun panjang) serta memberikan jasa-jasa bank lainnya berupa kiriman uang atau transfer, wesel, letter of credit, bank garansi, dan sebagainya. Keuntungan dan bank semacam ini adalah dari hasil selisih bunga dan komisi atas jasa-jasa bank yang diberikan. (Rahardja;1997: 65)
Yang dimaksud dengan bank adalah semua perusahaan dan badan-badan, tidak memandang bentuk hukumnya, yang secara terang-terangan menawarkan diri atau sebagian besar melakukan usaha-usaha guna menerima uang dalam deposito atau dalam rekening koran dan juga mengadakan usaha-usaha untuk memberikan kredit atas tanggungan sendiri. (Rahardja; 1997 : 66)
Sebenarnya pada hakekatnya hampir sama dengan pendapat G.M. Verrijn Stuart. Istilah bank sendiri berasal dari bahasa Italia, Banca, yang berarti meja yang digunakan oleh para penukar uang di pasar. Pada dasarnya, bank maupakan
tempat penitipan atau penyimpanan uang, pemberi atau penyalur kredit dan juga
perantara di dalam lalu-lintas pembayaran.( Rahardja; 1997: 66)


2.2 Pengertian Kredit.
Kata kredit berasal dari bahasa latin credere yang berarti percaya atau to Oleh karena itu, dasar pemikiran persetujuan pemberian kredit oleh suatu lembaga keuangan atau bank kepada seseorang atau badan usaha berlandaskan kepercayaan (faith).(Tjoekam, 1999: 1 )
Bila dikaitkan dengan kegiatan usaha, kredit berarti suatu kegiatan memberi nilai ekonomi (economic value) kepada seseorang atau badan usaha berlandaskan kepercayaan saat itu, bahwa nilai ekonomi yang sama akan dikembalikan kepada kreditur (bank) setelah jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan yang sudah disetujui antara kreditur (bank) dan debitur (pemohon atau pengguna kredit). Kredit dalam arti umum ada dua yaitu : commercial loan dan consumer's loan.
- commercial loan adalah kredit yang diberikan kepada seseorang atau badan usaha, sehingga kredit itu mampu memperbaiki atau mengembangkan kinerja usaha debitur, bahkan jika mungkin dapat menciptakan backforward dan forward linkage dan seterusnya dapat membawa efek berganda yang bersifat positif (multiplier effect).
Penggunaan jenis kredit ini adalah untuk usaha-usaha produktif (kredit investasi dan kredit modal kerja), yang dapat mendukung sektor nil dalam kehidupan perekonomian masyarakat. merupakan kredit yang diberikan bukan untuk kegiatan usaha yang produktif, tetapi untuk penggunaan yang bersifat konsumtif, namun mampu meningkatkan taraf hidup dan memperkuat daya beli peminjam, yang secara tidak langsung mendorong pertumbuhan dan perkembangan sektor riil. (Tjoekam, 1999: 10)
Setelah mengetahui jenis kredit secara umum maka perlu juga mengetahui jenis kredit yang perlu dihindari. Tidak semua sektor ekonomi dan kegiatan usaha dapat dibantu pembiayaannya dengan kredit, karena ada diantaranya yang justru perlu dihindari, antara lain(Tjoekam, 1999:15):
- Kredit untuk tujuan spekulasi (perjudian)
- Kredit untuk usaha tanpa informasi keuangan.
- Kredit untuk usaha yang memerlukan keahlian khusus, dimana bank tidak punya.
- Kredit untuk usaha yang telah bermasalah atau macet atau plafondering.

2.3 Persyaratan Pengajuan Kredit
Dalam pengajuan kredit terdapat suatu persyaratan yang menjadi dasar
supaya pengajuan untuk dapat di proses. Persyaratan tersebut meliputi :
(1) Surat keterangan perusahaan : gaji, lama kerja, jabatan, checking personal.
(2) KTP( Kartu Tanda Penduduk)
(3) Surat ganti nama
(4) Surat nikah/belum
(5) Sertifikat rumah, IMB, PBB
(6) Laporan rekening koran 3 bulan.
(7) NPWP perusahaan atau SPPT ( bila calon debitur adalah seorang pegawai) atau (bila pengusaha memiliki debitur dapat memakai NPWP sendiri) dan SIUP perusahaan.

Semua persyaratan di atas harus dipenuhi untuk langkah awal pengajuan kredit agar dapat diproses ke tahap selanjutnya. Surat keterangan itu gunanya untuk mengetahui bagaimana kinerja calon debitur, lama kerja, loyalitas, dan bagaimana debitur. Sedangkan KTP sebagai pembuktian identitas debitur kepada bank. Surat ganti nama untuk melihat nama yang dipakai oleh debitur dalam rekening dan KTP apakah sesuai. Surat nikah digunakan sebagai pelengkap data personal bersangkutan sebagai penjamin kredit nantinya ( bila sudah menikah dan
dalam hal ini istri juga harus bersedia atau ikut untuk menanda tangani surat perjanjian kredit sebagai penjamin). Laporan rekening 3 bulan terakhir untuk mengetahui kondisi keuangan calon debitur tersebut. Sertifikat rumah dijadikan sebagai bukti tempat tinggalnya atau bukan dan juga untuk melihat jaminan (survei jaminan) yang dimilikinya serta mengetahui berapa lama dia telah tinggal ditempat itu. NPWP untuk memastikan dia sebagai wajib pajak dan merupakan data pelengkap untuk diketahui oleh bank serta digunakan nantinya dalam membuka rekening giro di bank tersebut.
Proses bank dilanjutkan setelah pihak kreditur menyetujui persyaratan yang diberikan calon debitur maka Bank selanjutnya akan melakukan analisa kredit yang nantinya akan dilanjutkan dengan penyusunan proposal kredit.


2.4 Proses Analisa Kredit
Varibel 5C yang menjadi konsep pemrosesan kredit yang di dalam analisa kredit terdiri dari character, capacity, capital, colatteral, condition. Diketahui bahwa dalam persyaratan di atas diminta tentang surat keterangan perusahaan maka kini calon debitur akan dianalisis oleh AO (Account Officer) yaitu tentang:
2.4.1 Karakter
Karakter adalah sifat seseorang dalam perilaku atau tindakannya sehari-hari
namun yang dimaksud disini adalah karakter calon peminjam atau debitur. Jadi
bagaimana karakter calon debitur maka bank perlu mengetahiunya dengan cara :
Analisa karakter
Calon debitur akan dianalisis di lapangan oleh Account Officer untuk dapat mengetahui kualitasnya selama ini. Contohnya bagaimana karakter calon debitur dalam membayar hutang dagangnya, dalam menabung, dan bagaimana cara berdagangnya apakah pernah merugikan supplier lainnya atau tidak. Dengan demikian pihak bank atau Account officer dapat memutuskan, apakah permohonan calon debitur dapat diteruskan atau tidak. Karma karakter merupakan hal yang menjadi titik berat untuk dapat diproses permintaan kreditnya. Informasi tentang karakter debitur dapat diperoleh lewat informasi sesama AO (Account Officer) dari bank lain.
Juga dapat dipertanyakan kepada nasabah bank yang memiliki jenis usaha yang sama dengan calon debitur. Selain kepada sesama pedagang dapat juga menanyakan kepada supllier atau mitra pedagang pemohon.


2.4.2 Capacity (Kapasitas)
Capacity atau kapasitas, menurut Ruddy Tri Santoso (1996:15) berhubungan langsung dengan karakter nasabah berkaitan dengan kemampuan nasabah untuk melunasi hutangnya, ataupun untuk mencicil angsuran kreditnya.
Kemampuan dan kemauan adalah dua hal yang saling berhubungan. Jika nasabah hanya mempunyai kemampuan membayar, maka hal itu adalah percuma. Demikian pula sebaliknya. Apabila yang dipunyai hanyalah kemauan tetapi tanpa kemampuan membayar.
Kemampuan membayar dalam konteks kapasitas ini meliputi hal-hal sebagai berikut:
- Pengalaman bisnis nasabah dan pengetahuan teknis maupun kemampuan manajemennya;
- Latar belakang pendidikan, usia nasabah dan pengalamannya.
- Berapa lama nasabah tersebut berkecimpung dalam usaha sejenis serta prestasi usahanya.
- Usaha lain yang ditekuninya dan kesulitan-kesulitan yang pernah dihadapi serta cara penanggulangannya.

2.4.3 Capital
Ruddy Tri Santoso (1996:18), menyatakan bahwa capital atau modal menyangkut kondisi keuangan nasabah secara riil dan tidak terbatas hanya kepada net worth equity. Di dalam hal ini modal adalah kemampuan dari nasabah secara nyata dan memiliki unit pengukur yaitu uang serta berwujud.
Pengertian pokok modal usaha meliputi hal-hal sebagai berikut:
- Jumlah dagangan maupun produksinya.
- Mutu dan efisiensi pekerjaan, terutama yang menyangkut masalah pengadaan barang;
- Mesin produksi dan kondisi perusahaan, terutama kondisi pabriknya dan para pekerja yang membidangi produksi tersebut.

2.4.4 Conditions
Menurut Ruddy Tri Santoso (1996:19), faktor kondisi merupakan faktor ekstern yang secara tidak langsung mempengaruhi usaha calon debitur, terutama dari kondisi persaingan bisnis yang semakin tajam, di samping juga aspek-aspek lain dalam bidang ekonomi, politik, dan kondisi mata uang lokal terhadap mata uang kuat lainnya. Khusus untuk produk ekspor, maka harus dijajagi kemungkinan pasar lokal untuk menyerap produk tersebut apabila terdapat kelebihan produksi maupun gagal ekspor.
Dari keempat kondisi tersebut diatas, khususnya dengan disesuaikan kondisi Indonesia, maka juga wajib dipenuhi faktor collateral untuk penentu pengabulan aplikasi kredit. Faktor jaminan ini dimaksudkan sebagai faktor back up dari kredit tersebut jika ditemukan ataupun dijumpai “wanprestasi” dari debitur di dalam bisnisnya. Dengan demikian informasi-informasi yang tercakup di dalam konsep The Four C’s harus dikombinasikan dengan faktor C terakhir yang berupa collateral.



2.5 Analisis Regresi Linier Sederhana
Metode Analisis merupakan proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Dalam penelitian ini menggunakan analisis data statistik, dimana salah satu fungsi pokok statistik adalah menyederhanakan data penelitian yang amat besar jumlahnya menjadi informasi yang lebih sederhana dan lebih mudah untuk dipahami.
Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik kuantitatif, yaitu analisis terhadap data yang telah diberi skor sesuai dengan skala yang telah ditetapkan dengan menggunakan formula-formula statistik. Pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengukuran ordinal (bertingkat) dengan skala likert, dimana skala ini mengurutkan data dari tingkat yang paling rendah ke tingkat yang paling tinggi. Oleh karena itu analisis data yang dipergunakan adalah analisis Regresi Linier Berganda.

2.6 Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu
Menurut Untoro yang merupakan Peneliti Senior di Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan, Bank Indonesia, serta Dr. Perry Warjiyo yang juga Direktur Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia, menyatakan bahwa terdapat beberapa pendekatan dalam mengukur resiko kredit. Dari pendekatan tradisional hingga pendekatan model baru yang dikembangkan disesuaikan dengan perkembangan industri perbankan dan produk-produk perbankan yang ada.
Pada umumnya keputusan pemberian kredit diserahkan kepada credit officcer pada masing-masing cabang bank. Sehingga kemampuan officer, judgement dan faktor-faktor penting lainnya sangat diperlukan dalam keputusan kredit. Namun demikian beberapa faktor analisa kredit yang mudah dipahami adalah pendekatan analisa 5 C’s, yang meliputi Character, Capital, Capacity, Collateral dan Cycle or Economic conditions.
Selain pendekatan 5 C’s tersebut, pemberian kredit didasarkan pula pada analisa tingkat suku bunga yang dapat dibebankan kepada kredit yang akan diberikan. Menurut Stiglitz and Weiss (1981), terdapat hubungan non linier yang tinggi antara tingkat suku bunga dengan expected return dari pada kredit.
Pada saat suku bunga rendah maka expected return atas kredit akan meningkat apabila terjadi peningkatan suku bunga, sedang pada saat suku bunga tinggi maka peningkatan suku bunga akan menurunkan expected return dari loan. Hubungan negatif antara tingginya suku bunga pinjaman dengan expected return menimbulkan dua akibat, yaitu pembatalan kredit atau pengalihan resiko (risk shifting). Ketika suku bunga pinjaman meningkat debitur akan cenderung untuk membiayai dengan dana sendiri proyek mereka, sedangkan debitur yang memiliki keterbatasan dana dan telah terikat pada proyek mereka, maka mereka akan menekan resiko mereka dengan memindahkan resiko tersebut kepada perusahaan penjamin. Apabila keadaan memburuk dan mereka menghadapi “default”, mereka akan memiliki limit resiko kerugian yang terbatas.
Resiko kredit macet dapat dipilah dalam empat komponen yang meliputi nominal dari resiko kredit, jangka waktu dari resiko kredit, kemungkinan (probabilitas) kemacetan kredit dan dampak dari kredit macet tersebut. Keempat aspek tersebut saling terkait dan diperlukan adanya estimasi.

REFERENSI:
Abdul Hakim, 2000, Statistik Induktif, Edisi Pertama – Yogyakarta
Dajan, Anto, 1986, Pengantar Metode Statistik. Jilid II. LP3ES. Jakarta,
Jawa Pos. (Agustus 2001).
Jawa Pos. (September 2001).
Maholtra dan Lind AD, Statistik Induktif “For Business Economic” Edisi kesembilan, Erlangga, Jakarta, 1999
Rahardja, Mohamad. (1997). Bank Dan Uang Cetakan ketiga, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Santoso, Ruddy Tri, 1994, Mengenal Dunia Perbankan, Andi Offset, Yogyakarta
----------------------, 1996, Kredit Usaha Perbankan, Andi Offset, Yogyakarta
Santoso. Singgih.(2000). PT Elex Media Komputindo, Jakarta
STIE Perbanas, 1993, Dasar-dasar Perkreditan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Tjoekam, H.Moh, (1999). Perkreditan : Cetakan pertama, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Info Bisnis (Sistem Mesin Uang Otomatis)


Perilaku konsumen dan faktor yang mempengaruhinya

Perilaku konsumen dan faktor yang mempengaruhinya
Konsumen mengambil banyak macam keputusan membeli setiap hari. Sedangkan untuk mempelajari mengenai alasan perilaku membeli konsumen bukan hal yang mudah dan jawabannya seringkali tersembunyi jauh dalam benak konsumen.
American Marketing Association mengemukakan (Peter & Olson, 1999:6): definisi perilaku konsumen sebagai Interaksi dinamis antara pengaruh dan kognisi, perilaku, dan kejadian disekitar kita dimana manusia melakukan aspek pertukaran dalam hidup mereka.
Mempelajari atau menganalisa perilaku konsumen adalah suatu yang sangat kompleks terutama karena banyaknya faktor yang mempengaruhi dan kecendrungan untuk saling berinteraksi. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen meliputi (Peter & Olson, 1999:7) :

a. Budaya
Budaya adalah penentu paling dasar dari keinginan dan tingkah laku seseorang yang tercermin dari cara hidup, kebiasaan dan tradisi dalam permintaan akan bermacam-macam barang dan jasa. Dalam hal ini perilaku konsumen yang satu akan berbeda dengan perilaku konsumen lainnya karena tidak adanya homogenitas dalam kebudayaan itu sendiri.
b. Sosial
Faktor sosial juga mempengaruhi tingkah laku pembeli. Pilihan produk amat dipengaruhi oleh kelompok kecil, keluarga, teman, peran dan status sosial konsumen.
c. Pribadi
Keputusan membeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti umur dan tahap daur hidup, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian konsumen.
d. Psikologi
Pilihan barang yang dibeli seseorang lebih lanjut dipengaruhi oleh empat faktor psikologi yang penting yaitu: motivasi, persepsi, pengetahuan, seta keyakinan dan sikap.
Berdasarkan uraian diatas diketahui bahwa persepsi termasuk salah satu sub faktor psikologi yang merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen.
2.3 Persepsi Konsumen Terhadap Suatu Produk
Salah satu faktor psikologis yang mempengaruhi bentuk perilaku konsumen adalah persepsi. Bagaimana individu-individu mengambil keputusan atau membuat pilihan dari dua alternatif atau lebih, dan bagaimana kualitas pilihan terakhir mereka sebagian besar dipengaruhi oleh persepsi mereka.
Definisi persepsi menurut Kotler (1997:156) adalah: Proses yang dilalui orang dalam memilih, mengorganisasikan dan menginterpretasikan informasi guna membentuk gambaran yang berarti mengenai dunia.
Dari definisi tersebut diatas, kita mengetahui bahwa seseorang termotivasi untuk membeli adalah dipengaruhi oleh persepsinya terhadap situasi yang dihadapinya, sedangkan apa yang dipersepsikan seseorang dapat cukup berbeda dari kenyataan yang objektif. Individu-individu mungkin memandang pada satu benda yang sama tetapi mempersepsikannya secara berbeda.
Hal ini disebabkan karena adanya sejumlah faktor yang bekerja untuk membentuk dan kadang-kadang memutar balik persepsi. Persepsi seseorang dengan orang lain dapat berbeda, hal ini dapat dipengaruhi oleh tiga hal yaitu:
a. Perhatian selektif
Yaitu kecendrungan bagi manusia untuk menyaring sebagian informasi yang mereka hadapi. Sehingga informasi yang lebih menonjol yang akan mendapat tanggapan.
b. Distorsi selektif
Yaitu kecendrungan orang untuk menginterpretasikan informasi dangan cara yang mendukung apa yang telah mereka yakini.
c. Ingatan selektif
Yaitu kecendrungan orang untuk mengingat informasi yang mendukung sikap dan keyakinan mereka . (Kotler, 1997:156)
Persepsi membantu individu dalam memilih, mengatur, menyimpan, dan menginterprestasikan rangsangan menjadi gambaran dunia yang utuh dan berarti.
Definisi lainnya adalah bahwa: Persepsi sebagai makna yang kita pertalikan berdasarkan pengalaman yang lalu, stimulus (rangsangan-rangsangan) yang kita terima melalui panca indera. (Stanton,1991:128). Maka dari itu dapat ditarik kesimpulan bahwa persepsi adalah menetukan arah dan bentuk perilaku konsumen terhadap sesuatu hal. Mengingat bahwa persepsi sifatnya sangat subyektif, dimana hal ini dipengaruhi oleh kepercayaan, sikap dan pandangannya terhadap suatu produk.


REFERENSI:
Assauri, Sofjan. 1999. Manajemen Pemasaran, Dasar, Konsep dan Strategi, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Gibson,L. James,dkk. 1996. Organisasi, Edisi ketujuh, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Kotler, Philip & Amstrong Gary. 1997. Dasar-Dasar Pemasaran Principles of Marketing 7e, Penerbit PT. Prehalindo, Jakarta.
Kotler, Philip. 1997. Manajemen pemasaran analisis perencanaan, Implementasi dan kontrol, jilid I, Penerbit PT. Prehallindo, Jakarta.
Kotler, Philip. 1997. Manajemen Pemasaran Analisis Perencanaan, Implementasi dan Kontrol, jilid II, Penerbit PT. Prehallindo, Jakarta.
Kotler, Philips. 1995. Manajemen Pemasaran Analisis, Perencanaan, Implementasi, dan Pengendalian, Jilid I, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
Malo, Manasse, Dr. 1986. Metode Penelitian Sosial, Modul 1-5, Penerbit Karinika, Universitas terbuka, Jakarta.
Mc. Carthy E. Jerome. 1993. Dasar-Dasar Pemasaran, Penerbit Erlangga, Yogyakarta.Nasir, Moh, Ph.D. 1999. Metode Penelitian, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta.
Nitisemito, S. Alex. 1993. Marketing, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta.
Peter, J. Paul & Olson, Jerry C. 2000. Consumer Behavior Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran, Jilid I, Edisi keempat, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Robbins Stephen P. 1996. Perilaku Organisasi : Konsep, Kontoversi dan Aplikasi, Jilid 1, Penerbit PT. Prehallindo, Jakarta.
Stanton, J. William,1988. Prinsip Pemasaran, Edisi ketujuh, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Stanton, J. William.1991. Prinsip Pemasaran, Jilid I, Edisi ketujuh, Penerbit Erlangga,Jakarta.
Swatha, Basu. DH, Irawan. 1990. Manajemen Pemasaran Modern, Edisi kedua, cetakan keempat, Penerbit Liberthy, Yogyakarta.



Pengaruh Produk Terhadap Minat Konsumen

Pengaruh Produk terhadap Minat Konsumen
Berikut ini akan diberikan beberapa difinisi tentang minat konsumen dari para ahli pemasaran.
Menurut Philips Kotler (1995 : 711), minat adalah :
"Dimana minat atau keinginan adalah suatu respon efektif atau proses merasa atau menyukai suatu produk tapi belum melakukan keputusan untuk membeli."
Menurut Keith Davis dan Jhon W. Newstron (1993 : 66), minat adalah :
"Minat atau keinginan merupakan kebutuhan yang telah dimodifikasi oleh lingkungan seseorang atau konsumen".
Menurut Winardi (1996 ; 35), Minat adalah :
"Suatu rangsangan yang datang dan timbul dari hati setelah melihat produk dan jasa yang ditawarkan oleh produsen".
Menurut Bambang Hairsoyo (1997 : 18), minat adalah :
"Keinginan atau daya tarik yang timbul terhadap suatu barang dan jasa, namun belum terealisasi dengan baik atau nyata".
Menurut E.Jerome McCarthy William D.Perreault: (1996 ; 136), Minat adalah :
"Minat atau keinginan (Wants) ' kebutuhan " yang terkondisi (dipelajari) selama kehidupan seseorang."


Definisi ini menyatakan bahwa minat / keinginan merupakan wujud dari kebutuhan dengan demikian E. Jerome Mcharty mengatakan bahwa uraian-uraiannya seringkali menggunakan konsep kebutuhan dan minat atau keinginan secara bergantian, sehingga keduanya tidak dapat dipisahkan. Pengaruh psikologis dan diri konsumen.
Terdapat pandangan yang berbeda-beda terhadap proses keputusan yang dilakukan oleh konsumen. Karena setiap keputusan yang dilakukan oleh konsumen secara logis membandingkan sejumlah pilihan dalam kaitannya dengan biaya yang
diterima untuk memperoleh kepuasan terbesar dari waktu dan yang dikeluarkan.
Setiap konsumen termotivasi oleh keinginan dan kebutuhan, dimana kebutuhan merupakan kekuatan yang pertama yang termotivikasi seseorang untuk melakukan sesuatu, sedangkan kebutuhan sifatnya lebih mendasar daripada keinginan/minat, sehingga suatu kebutuhan/keinginan tidak terpenuhi, hal ini akan menimbulkan dorongan dan keinginan merupakan rangsangan yang kuat sehingga menimbulkan tindakan untuk mengurangi kebutuhan.
Dengan demikian pembeli produk atau jasa adalah akibat dari dorongan untuk memenuhi keinginan/minat tersebut. Menurut E.Jeromi. MeCarthy Wiliam D. Perreault, JR : (1996 : 139), minat adalah :
"Semua konsumen memiliki daya minat/keinginan konsumen yang mungkin memotivasi seseorang untuk melakukan sesuatu".

Pengertian Pemasaran dan Manajemen Pemasaran
Pemasaran adalah fungsi bisnis yang mengidentifikasikan keinginan dan kebutuhan yang belum terpenuhi sekarang dan mengukur seberapa besar pasar yang akan dilayani, menentukan pasar sasaran mana yang paling baik dilayani oleh organisasi dan menentukan berbagai produk, jasa, dan program yang tepat untuk melayani pasar tersebut.
Menurut Philip Kotler (2002:9) pengertian pemasaran adalah:
“Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial dari individu dan kelompok untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya melalui penciptaan, penawaran, dan pertukaran (nilai) produk yang lain”.
Sedangkan menurut William J. Stanton (1994:6):
“Pemasaran adalah suatu sistem total dari kegiatan bisnis yang dirancang untuk mendistribusikan barang-barang yang dapat memuaskan keinginan dan mencapai sasaran serta tujuan organisasi”.
Dalam pengertian pemasaran modern terkandung unsur manajemen, karena mencakup kegiatan perencanaan dan pengambilan keputusan, misalnya penentuan harga, promosi dan lain-lain. Manajemen pemasaran terjadi bila setidaknya satu pihak dalam pertukaran potensial memikirkan sasaran dan cara mendapatkan tanggapan yang dikehendaki dari pihak lain.
Menurut Kotler (2002:9) definisi manajemen pemasaran adalah sebagai berikut : “Manajemen pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan konsepsi, penetapan harga, promosi dan distribusi gagasan, barang dan jasa, untuk menghasilkan pertukaran yang memuaskan individu dan memenuhi tujuan organisasi”.
Kegiatan pemasaran harus didasari suatu konsep atau falsafah yang matang untuk pemasaran yang efisien, efektif dan bertanggung jawab.

2.2 Falsafah Manajemen Pemasaran
Menurut Kotler (2002:19-22), terdapat lima konsep yang menjadi dasar bagi perusahaan maupun organisasi-organisasi lainnya dalam melakukan kegiatan pemasaran mereka, yaitu:
1) Konsep Berwawasan Produksi.
2) Konsep Berwawasan Produk.
3) Konsep berwawasan Menjual.
4) Konsep Berwawasan Pemasaran.
5) Konsep Berwawasan Pemasaran Bermasyarakat.

ad. 1) Konsep Berwawasan Produksi.
Konsep berwawasan produksi berpendapat bahwa konsumen akan memilih produk yang mudah didapat dan murah harganya. Manajer organisasi yang berwawasan produksi memusatkan perhatiannya untuk mencapai efisiensi produksi yang tinggi serta cakupan distribusi yang luas.
ad. 2) Konsep Berwawasan Produk.
Konsep berwawasan produk berpendapat bahwa konsumen akan memilih produk yang menawarkan mutu, kinerja terbaik, atau hal-hal inovatif lainnya. Manajer dalam organisasi berwawasan produk memusatkan perhatiannya untuk membuat produk yang lebih baik dan terus menyempurnakannya.
ad. 3) Konsep Berwawasan Menjual.
Konsep berwawasan menjual berpendapat bahwa kalau konsumen dibiarkan saja, konsumen tidak akan membeli produk organisasi dalam jumlah cukup. Organisasi harus melakukan usaha penjualan dan promosi yang agresif. Konsep ini beranggapan bahwa konsumen yang enggan membeli harus didorong supaya membeli lebih banyak melalui berbagai media pendorong penjualan (Sales Stimulating Devices).
ad. 4) Konsep Berwawasan Pemasaran.
Konsep berwawasan pemasaran berpendapat bahwa kunci untuk mencapai kebutuhan sasaran serta memberikan kepuasan yang diinginkan secara lebih efektif dan efisien daripada saingannya. Konsep berwawasan pemasaran bersandar pada empat pilar utama yaitu : pasar sasaran, kebutuhan pelanggan, pemasaran terkoordinasi dan keuntungan.
ad. 5) Konsep Berwawasan Pemasaran Bermasyarakat.
Konsep berwawasan pemasaran bermasyarakat beranggapan bahwa tugas perusahaan adalah menentukan kebutuhan, keinginan serta kepentingan pasar sasaran dan memenuhinya dengan lebih efektif serta lebih efisien daripada saingannya dengan cara mempertahankan atau meningkatkan kesejahteraan konsumen dan masyarakat.
Dalam konsep berwawasan pemasaran bermasyarakat ada tiga pertimbangan dalam menentukan kebijakan pemasaran perusahaan yaitu : laba (dari segi perusahaan), pemuasan kebutuhan (dari segi pelanggan) dan kemakmuran manusia (dari segi masyarakat). Pada mulanya perusahaan mendasarkan pada memaksimalkan keuntungan jangka pendek.
Kemudian mereka menyadari pentingnya memenuhi keinginan konsumen dalam jangka panjang yang menimbulkan konsep berwawasan pemasaran. Sekarang mereka mulai mempertimbangkan kepentingan masyarakat dalam pengambilan keputusan.

2.3 Bauran Pemasaran
Untuk mendapatkan gambaran tentang arti serta peranan bauran pemasaran, maka pertama-tama kita lihat dahulu batasan mengenai bauran pemasaran atau marketing mix. Ada beberapa pendapat mengenai marketing mix antara lain menurut Basu Swastha (1996:160) yang mengemukakan bahwa: "Bauran pemasaran adalah kombinasi dari 4 variabel atau atau kegiatan yang merupakan inti dari sistem perusahaan yaitu : produk, struktur harga, kegiatan, promosi dan sistem distribusi".
Dari definisi di atas, disebutkan bahwa bauran pemasaran adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kombinasi dari keempat input yang merupakan inti dari sistem pemasaran suatu organisasi. Keempat elemen ini adalah penawaran produk, struktur harga, kegiatan promosi, dan sistem distribusi.
Pendapat lain mengenai marketing mix menurut Philip Kotler (1997:71), adalah : " bauran pemasaran adalah kumpulan dari variabel-vambel pemasaran yang dapat dikendalikan yang digunakan oleh suatu perusahaan untuk mencapai tingkat penjualan yang diinginkan dan mempertahankan pangsa pasar dalam pasar sasaran.”
Keempat unsur dalam bauran pemasaran saling berhubungan dengan manajer pemasaran hendaknya dapat menerapkan bauran pemasaran seefektif mungkin dan menyesuaikannya dengan situasi dan kondisi yang berubah-ubah, misalnya perusahaan melakuakn perbaikan produk, perubahan harga, meningkatkan kegiatan promosi, melakukan perubahan sahiran distribusi dan sebagainya.
Dengan penerapan bauran pemasaran yang tepat, diharapkan dapat tercapai tujuan jangka pendek maupun jangka panjang perusahaan. Menurut Philip Kotler (1997:71), unsur-unsur bauran pemasaran dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
“ 1. Produk (Product)
2. Harga (Price)
3. Promosi (Promotion)
4. Distribusi (Place)”

ad 1. Produk (Product)
Setelah menetapkan suatu produk sebagai bidang usahanya, maka perusahaan bertanggung jawab pula untuk mengembangkannya. Hal ini mencakup keputusan untuk menambah, mengurangi bahkan mengadakan perubahan jenis produk sesuai dengan perkembangannya dan juga selaras dengan pasar yang ingin dicapai oleh perusahaan.

ad 2. Harga (Price)
Harga akan mempengaruhi tingkat penjualan, tingkat keuntungan serta pangsa pasar perusahaan. dalam menetapkan harga, perusahaan harus memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi harga baik secara langsung maupun tidak lagnsung. Faktor-faktor yang mempengaruhi secara latigsung adalah harga baik bahan baku, biaya produksi, biaya pemasaran.
Sedangkan faktor-faktor yang tidak mempengaruhi secara langsung adalah harga produk sejenis yang dijual oleh pesaing, pengaruh harga teriiadap produk subsitusi serta discount untuk para penyahir dengan pelanggan.

ad 3. Promosi (Promotion)
Promosi merupakan salah satu unsur dari bauran pemasaran dengan tujuan memberitahukan kepada pasar sasaran mengenai produk perusahaan. Promosi terdiri dari : periklanan (advertising) penjualan tatap muka (personal selling), promosi penjualan {sales promotion) dan publisitas (publicity). Dengan kegiatan promosi ini perusahaan berusaha membujuk calon pembeli agar membeli produk yang ditawarkan.



Ad 4. Distribusi (Place)
Tempat meliputi masalah membawa produk yang tepat ke pasar pasaran. Barang-barang dan jasa-jasa bergerak ke pelanggan melalui saluran distribusi. Saluran distribusi merupakan kegiatan penyampaian produk dari produsen ke pemakai akhir atau pelanggan pada waktu yang tepat
Agar penyalur produk dari perusahaan ketempat yang dituju dapat berjalan dengan lancar dan tepat waktu maka perusahaan dapat bekerja sama dengan satu atau beberapa perantara. Selain pemiilhan saluran distribusi yang baik, perusahaan perlu pula mengembangkan dstribusi fisik yang meliputi: transportasi, penyimpanan, pengawasan, persediaan dan pengepakan. Kedua faktor ini berhubungan erat dalam keberhasilan pemasaran produk perusahaan.

2.4 Produk
2.4.1 Pengertian Produk
Unsur yang terpenting dalam bauran pemasaran adalah produk, arena suatu proses pemasaran baru akan terjadi bila ada produk yang hendak ditawarkan. Produk adalah segala sesuatu, baik yang disukai maupun yang tidak disukai, yang diterima seseorang dalam pertukaran. Produk merupakan atribut yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan, yang mencakup kegunaan fungsional, sosial dan psikologis.
Suatu produk dapat berupa ide, pelayanan, barang atau kombinasi dari ketiganya. Perlu diingat bahwa penekanan produk bukan pada barang secara fisik, tetapi pada kegunaan produk itu dan diusahakan agar dikenal oleh konsumen sehingga menanamkan image yang kuat akan produk tersebut. Juga dalam mengembangkan produk-produknya perusahaan harus melihat pada kebutuhan dan keinginan konsumen, yang harus dapat dipenuhi dengan tingkat mutu yang terjamin sehingga dapat mencapai kepuasan konsumen (Consumer Satisfaction).
Setelah masalah ini diselesaikan, maka keputusan-keputusan tentang harga, tempat dan promosi dapat dilaksanakan. Menurut Philip Kotler (2002:448), definisi produk adalah sebagai berikut : “Produk adalah sesuatu yang dapat ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan”.
2.4.2 Atribut Produk
Menurut Kotler (2002:449), produk-produk terdiri dari beberapa komponen

yang meliputi :
a) Kualitas (Quality).
b) Ciri Khas (Features).
c) Pilihan (Option).
d) Bentuk (Style).
e) Merek (Brand).
f) Kemasan (Packaging).
g) Ukuran (Sizes).
h) Pelayanan (Service).
i) Jaminan (Warranties).
j) Pengembalian (Returns)

2.4.3 Tingkatan Produk dan Klasifikasi Produk
Tingkatan dan Klasifikasi Produk Menurut Kotler (2002:449-450), dalam merencanakan pasar, pemasar perlu berpikir melalui lima tingkatan produk, yaitu :
“ a. Produk Inti (Core Product)
b. Produk Dasar (Basic Product)
c. Produk yang diharapkan (Expected Product)
d. Produk yang ditingkatkan (Augemented Product)”

ad a) Produk Inti (Core Product).
Yaitu harapan psikologis atau emosional yang diharapkan produsen
dari konsumen yang membeli produk.
ad b) Produk Dasar (Basic Product).
Yaitu bentuk lahiriah dari produk yang menambah image produk di mata konsumen, seperti kemasan, label, dan lain-lain.
ad c) Produk yang diharapkan (Expected Product).
Yaitu kumpulan atribut dan kondisi yang diharapkan bila membeli suatu produk, seperti faktor keselamatan.
ad d) Produk yang ditingkatkan (Augemented Product).
Yaitu produk yang telah disempurnakan, seperti delivery time, credit term, after sales services, dll. Perusahaan memberikan jasa dan manfaat tambahan sehingga membedakannya dengan produk pesaing.
Kotler (2002:451), produk dapat diklasifikasikan ke dalam 3 kelompok menurut daya tahan dan wujudnya :
“ a) Barang yang tidak tahan lama (nondurable goods).
b) Barang tahan lama (durable goods).
c) Jasa (service). “
ad. a) Barang yang tidak tahan lama (nondurable goods).
Yaitu barang berwujud yang biasanya dikonsumsi dalam satu atau
beberapa kali penggunaan. Contoh : sabun dan bir.
ad. b) Barang tahan lama (durable goods).
Yaitu barang-barang berwujud yang biasanya dapat digunakan berkali-kali. Contoh : lemari es, peralatan mesin, dan pakaian.
ad. c) Jasa (service).
Jasa bersifat tidak berwujud, tidak dapat dipisahkan, dan mudah habis.
Contoh : reparasi, potongan rambut.

DAFTAR PUSTAKA
Agus Ahyari. 1986. Mgt. Produksi Perencanaan Sistem Produksi. BPFE Yogyakarta.
Agus Ahyar. 1990. Mgt. Produksi Pengendalian Produksi. BPFE Yogyakarta.
Anton M Samosir. 1984. Budgeting, Universitas HBKP Nomensen Medan.
Bambang Riyanto. 1986. Dasar - dasar pembelanjaan perusahaan. FE.UGM, Yogyakarta.
Faisal Affif. 1984. Manajemen Modal Kerja. Penerbit CV. Remaja Karya, Bandung.
Gunawan Adisaputro. 1980. Manajemen Produksi Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Harsono. 1984. Manajemen Pabrik, Penerbit Balai Aksara.
Mursid M, 2003, Manajemen Pemasaran, Cetakan Ketiga, PT Bumi Aksara, Jakarta
Sukanto Reksohadiprotijo dan Indriyo Gito Sudanno. 1993. Manajemen Produksi. FE. UGM, Yogyakarta.
Swasta, Baso. 1984. Azas - Azas marketing. Yogyakarta : Liberty.
Kotler, Philip. 1984. Manajemen Pemasaran : Northwestern University
Kotler, Philip, 1995. Dasar-dasar Pemasaran , cetakan 1, Jakarta : Penerbit Prehallindo,
Kotler, Philip, 2002, Manajemen Pemasaran Jilid 1, Prenhallindo, Jakarta
Winardi, "Manajemen Pemasaran " , cetakan Pertama, Bandung : Penerbit Sinar Bandung, 1996.



Pengertian Biaya dan Analisis Biaya Mutu

Pengertian Biaya
"Biaya adalah mengukur pengorbanan ekonomis yang dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi".(L. Gayle Rayburn, 1999:4) Mulyadi (1999:8-10) mendefinisikan biaya dalam arti luas dan arti sempit.
Dalam arti luas. Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu. Dalam arti sempit Biaya dapat diartikan sebagai pengorbanan sumber ekonomi untuk memperoleh aktiva.
Untuk membedakan pengertian biaya dalam arti luas, pengorbanan sumber ekonomi untuk memperoleh aktiva ini disebut dengan istilah harga pokok. Biaya adalah kas atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan untuk ba irang atau jasa yang diharapkan membawa keuntungan masa ini dan masa datang untuk organisasi.(Hansen, 2000:38)


2. Pengertian Mutu
Pengertian mutu dapat didefinisikan dalam beberapa cara, tergantung bagaimana csira orang memandang mutu itu sendiri. Dari sudut pandang pelanggan, mutu sering dihubungkan dengan nilai, kegunaan maupun harganya.
Suatu produk dikatakan bermutu apabila produk tersebut mempunyai nilai, kegunaan serta harga yang terjangkau. Sedangkan dari sudut pandang produsen, mutu dihubungkan dengan rancangan dan pembuatan suatu produk untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.
Mutu adalah gabungan dari karakteristik atau ciri-ciri tambahan lainnya dari suatu produk atau jasa yang membuat produk at.au jasa yang membuat produk dan jasa tersebut manipu memenuhi dan memuaskan kebutuhan.(Heizer 1996:78)
Mutu adalah tingkat baik buruknya sesuatu. Mutu dapat pula didefinisikan sebagai tingkat keunggulan. Jadi mutu adalah ukuran relatif kebaikan. (Supriyono,
1997:337).
Hansen (1997:6-7) mengidentifikasikan mutu produk atau jasa dalam delapan dimensi:
1. Kinerja (Performance),
Adalah tingkat konsistensi dan kebaikan fungsi-fungsi produk.
2. Estetika (Aesthetics)
Berhubungan dengan penampilam wujud produk (misalnya, gaya dan keindahan) serta penampilan fasilitas, peralatan, personalia, dan materi komunikasi yang berkaitan dengan jasa.
3. Kemudahan perawatan dan perbaikan (Serviceability)
Berkaitan dengan tingkat kemudahan merawat dan memperbaiki produk.
4. Keunikan (Features)
Adalah karakteristik produk yang berbeda secara fungsional dari produk-produk sejenis.
5. Reliabilitas (Reliability)
Adalah probabilitas produk atau jasa menjalankan fungsi dimaksud dalam jangka waktu tertentu.
6. Durabilitas (Durability)
Sebagai umur manfaat dari fungsi produk.
7. Tingkat kesesuaian (Quality of conformance)
Adalah ukuran mengenai apakah sebuah produk atau jasa telah memenuhi spesifikasinya.
8. Pemanfaatan (Fitness for use)
Adalah kecocokan dari sebuah produk menjalankan fungsi-fungsi sebagaimana yang diiklankan.
Menurut Sofjan Assauri (Assauri, 1998 : 205) pengertian mutu adalah sebagai berikut : Mutu atau kualitas dapat diartikan sebagai faktor-faktor yang terdapat dalam suatu barang atau hasil yang menyebabkan barang atau hasil tersebut sesuai
dengan tujuan untuk apa barang atau hasil itu dimaksudkan atau dibutuhkan.

2. Biaya mutu
2.1. Pengertian Biaya Mutu
Biaya mutu (Cost of quality) adalah biaya yang ditimbulkan karena mungkin atau telah dihasilkan produk yang jelek mutunya. (Hansen, 1997:7) Definisi ini mengimplikasikan bahwa biaya mutu berhubungan dengan dua sulbkategori dari kegiatan terkait dengan mutu: kegiatan pengendalian dan kegiatan produk gagal (kegiatan kegagalan).
Kegiatan pengendalian dilaksanakan oleh suatu organisasi untuk mencegan atau mendeteksi mutu yang jelek. Sementara itu kegiatan produk gagal dilaksanakan oleh suatu organisasi atau oleh pelanggannya untuk merespon mutu yang jelek.


2.2 Kategori Biaya Mutu
Menurut Vincent (2002:169-171) biaya mutu dapat dikategorikan ke dalam empat jenis, yaitu:
1. Biaya Kegagalan Internal (Internal Failure Costs)
Yaitu biaya-biaya yang berhubungan dengan kesalahan dan nonkonformasi (errors and nonconformance) yang ditemukan sebelura menyerahkan produk itu ke pelanggan. Biaya-biaya ini tidak akan muncul apabila tidak ditemukan kesalahan atau nonkonformasi dalam produk sebelum pengiriman. Contoh dari biaya kegagalan internal adalah:
• Scrap
Biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja, material, dan biasanya overhead pada produk cacat yang secara ekonomis tidak dapat diperbaiki kerabali. Terdapat banyak ragam nama dari jenis ini, yaitu: scrap, cacat, pemborosan, usang, dll.
• Pekerjaan ulang (Rework)
Biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki kesalahan (mengerjakan ulang) produk agar meinenuhi spesiflkasi yang ditentukan.
• Analisis Kegagalan (Failure Analysis)
Biaya yang dikeluarkan untuk menganalisis kegagalan produk guna menentukan penyebab-penyebab kegagalan itu.
• Inspeksi Ulang dan Pengujian Ulang (Reinspection and Retesting)
Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk inspeksi ulang dan pengujian ulang produk yang telah mengalami pengerjaan ulang atau perbaikan kembali.

• Downgrading
Selisih antara harga jual normal dan harga yang dikurangi karena alasan kualitas.
• Avoidable Process Losses
Biaya-biaya kehilangan yang terjadi, meskipun produk itu tidak cacat (konformans), sebagai contoh: kelebihan bobot produk yang diserahkan ke pelanggan karena variabilitas dalam peralatan pengukuran, dll.
2. Biaya kegagalan Eksternal (External Failure Costs)
Yaitu biaya-biaya yang berhubungan dengan kesalahan dan nonkonformasi (errors and nonconformance) yang ditemukan setelah produk itu diserahkan ke pelanggan. Biaya-biaya ini tidak akan muncul apabila tidak ditemukan kesalahan atau nonkonformasi dalam produk setelah pengiriman. Contoh dari biaya kegagalan eksternal adalah:
• Jaminan (Warranty)
Biaya yang dikeluatrkan untuk penggantian atau perbaikan kembali produk yang masih berada dalam masa jaminan.
• Penyelesaian Keluhan (Complaint Adjustment)
Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk penyelidikan dan penyelesaian keluhan yang berkaitan dengan produk cacat.
• Produk Dikembalikan (Returned Product)
Biaya-biaya yang berkaitan dengan penerimaan dan penempatan produk cacat yang dikembalikan oleh pelanggan.
• Allowances
Biaya-biaya yang berkaitan dengan konsesi pada pelanggan karena produk yang berada dibawah standar kualitas yang sedang diterima oleh pelanggan atau yang tidak memenuhi spesifikasi dalam penggunaan.
3. Biaya Penilaian (Appraisal Costs)
Yaitu biaya-biaya yang berhubungan dengan penentuan derajat konfirmasi terhadap persyaratan kualitas (spesifikasi yang ditetapkan). Contoh dari biaya penilaian adalah:
• Inspeksi dan Pengujian Kedatangan Material
Biaya-biaya yang berkaitan dengan penentuan kualitas dari material yang dibeli, melalui inspeksi pada saat penerimaan, melalui inspeksi yang dilakukan pada pemasok, atau raelalui inspeksi yang dilakukan oleh pihak ketiga.
• Inspeksi dan Pengujian Produk dalam Proses Biaya-biaya yang berkaitan dengan evaluasi tentang konformansi produk dalam proses terhadap persyaratan kualitas (spesifikasi) yang ditetapkan.
• Inspeksi dan Pengujian Produk Akhir
Biaya-biaya yang berkaitan dengan evaluasi tentang konformansi produk akhir terhadap persyaratan kualitas (spesifikasi) yang ditetapkan.
• Audit Kualitas Produk
Biaya-biaya untuk raelakukan audit kualitas pada produk dalam proses atau produk akhir.
• Pemeliharaan Akurasi Peralatan Pengujian
Biaya-biaya dalam melakukan kalibrasi (penyesuian) untuk mempertahankan akurasi instrument pengukuran dan peralatan.
• Evaluasi Stok
Biaya-biaya yang berkaitan dengan pengujian produk dalam penyimpanan untuk menilai degradasi kualitas. Biaya Pencegahan (Prevention Costs) Yaitu biaya-biaya yang berhubungan dengan upaya pencegahaan kegagalan internal maupun eksternal, sehingga meminimumkan biaya kegagalan internal dan biaya kegagalan eksternal. Contoh dari biaya pencegahan adalah :
• Perencanaan Kualitas
Biaya-biaya yang berkaitan dengan aktivitas perencanaan kualitas secara keseluruhan, termasuk penyiapan prosedur-prosedur yang diperlukan untuk mengkomunikasikan rencana kualitas ke seluruh pihak yang berkepentingan.
• Tinjauan-Ulang Produk Baru (New-Product Review)
Biaya-biaya yang berkaitan dengan rekayasa keandalan (reliability engineering) dan aktivitas-aktivitas lain yang bekaitan dengan kualitas yang berhubungan dengan pemberitahuan desain baru.
• Pengendalian Proses
Biaya-biaya inspeks.L dan pengujian dalam proses untuk menentukan status dari proses (kapabilitas proses), bukan status dari produk.
• Audit Kualitas
Biaya-biaya yang berkaitan dengan evaluasi atas pelaksanaan aktivitas dalam rencana kualitas secara keseluruhan.
• Evaluasi Kualitas Pemasok
Biaya-biaya yang berkaitan dengan evaluasi terhadap pemasokan sebelum pemilihan pemasok, audit terhadap aktivitas-aktivitas selama kontrak, dan usaha-usaha lain yang berkaitan dengan pemasok.
• Pelatihan
Biaya-biaya yang berkaitan dengan penyiapan dan pelaksanaan program-program pelatihan yang berkaitan dengan kualitas.
2.3 Mengukur Biaya Mutu
Menurut Hansen (1997; 9-11) biaya mutu diklasifikasikan sebagai biaya yang terlihat atau tersembunyi. Biaya mutu yang terlihat (observasi quality cost)adalah biaya yang disajikan dalam cacatan akuntansi organisasi. Biaya mutu tersembunyi (hidden cost) adalah biaya oportunitas yang terjadi karena mutu jelek (biaya oportunitas biasanya tidak disajikan dalam cacatan akuntansi).
Ada tiga metode dalana mengukur biaya mutu yang tersembunyi:
1. Metode Pengganda
Mengasumsikan bahwa total biaya produk gagal adalah beberapa kali lipat dari biaya produk gagal yang diukur: Total biaya produk gagal = £(biaya produk gagal eksternal yang diukur). Dimana k adalah angka pengganda.
2. Metode Penelitian Pasar
Digunakan untuk menilai pengaruh mutu yang jelek terhadap penjualan dan pangsa pasar. Hasil penelitan pasar dapat digunakan untuk memperkirakan hilangnya laba dimasa depan akibat mutu yang jelek.
3. Fungsi Rugi Mutu Taguchi
Definisi tanpa cacat tradisional mengasumsikan bahwa biaya mutu yang tersembunyi hanya terjadi atas unit-unit yang menyimpang jauh dari batas spesifikasi atas dan bawah.
Persamaan dalam Fungsi rugi mutu Taguchi
L(y) = k(y-Y) 2
Dimana:
k = Konstanta proporsionalitas yang besarnya tergantung pada struktur biaya produk gagal eksternal organisasi
y = Nilai aktual dari karekteristik mutu
T = Nilai target dari karakteristik mutu
L - Rugi mutu

Nilai k diukur : k - c/cf
Dimana:
c = Kerugian pada batas spesifikasi atas atau bawah
d = Jarak batas dari niLai target

2.4 Manfaat Biaya Mutu
Menurut Supriyono {1997:387-388} pelaporan biaya mutu mempunyai tujuan untuk meningkatkan dan memungkinkan perencanaan, pengendalian, dan pembuatan keputusan manajerial. Contoh untuk memutuskan penerapan program pemilihan pemasokan dalam rangka meningkatkan mutu masukan bahan, manajer memerlukan penilaian terhadap:
a. Biaya mutu saat ini untuk setiap elemen maupun setiap kelompok
b. Tambahan biaya yang berhubungan dengan program tersebut
c. Penghematan yang diproyeksi untuk elemen maupun setiap kelompok biaya.
Selain itu manfaat biaya mutu untuk pembuatan keputusan implementasi program mutu dan untuk mengevaluasi keefektifan program tersebut jika dilaksanakan.
Manfaat biaya mutu untuk pembuatan keputusan strategik dan untuk menganalisa biaya-volume-laba.
DAFTAR PUSTAKA
1. Assauri, sofjan, Manajemen Produksi, LPFUI, Jakarta, 1999 Gaspersz,vincent, Total Quality Management, PT. Gramedia Pustaka Utama, Bogor, 2001
2. Hiezer, Jay, and Render, Barry, Production And Operation Management, Fourth Edition, Prentice Hall Inc, New Jersey, 1996 Informasi Hotel, Manual Pelayanan Tata Graha Hotel, Jakarta: Departemen Pariwisata Pos dari Telekomunikasi, 1997
3. Juran, JM, Quality Control Handbook, New York: Mc Graw Hill Inc, 1999
4. Mowen, Hansen, Akuntansi. Manajemen, Jilid 2, Salemba Empat, Jakarta, 1997
5. Mulyadi, Akuntansi Biaya, Aditya Media, Jakarta, 1999
6. Rayburn, L.Gayle, Akuntansi Biaya Dengan Menggunakan Pendekatan Manajemen, Erlangga, Jakarta, 1999
7. Sri Perwani, Yayuk, Teori dan Petunjuk Praktek Housekeeping untuk Akademi Perhotelan: Make Up Room, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001



Teori Harga & Penetapan Harga

2.3. Pengertian Harga dan Tujuan Penetapan Harga
Pengertian Harga
Masalah kebijaksanaan penetapan harga merupakan hal yang kompleks dan rumit. Untuk itu dibutuhkan suatu pendekatan yang sistematis, yang melibatkan penetetapan tujuan dan mengembangkan suatu struktur penetapan harga yang tepat. Karenanya akan dibahas terlebih dahulu pengertian mengenai harga.
Sebutan/istilah mengenai harga untuk berbagai produk tidak selalu sama dan dengan berbagai nama, Menurut Kotler ( 2002 : 518 ) bahwa harga ada di sekeliling kita.Anda membayar sewa untuk apartemen, uang kuliah dan uang jasa untuk dokter atau dokter gigi. Perusahaan penerbangan, kereta api, taxi dan bis mengenakan ongkos; perusahaan pelayanan iimum mengenakan tarif; dan bank mengenakan bunga atas uang yang anda pinjam.


Menurut Basu Swastha pengertian harga adalah sebagai berikut : (Swastha, 1998; 241 ) " Harga adalah jumlah uang ( ditambah beberapa barang kalau mungkin ) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari barang beserta pelayanannya."
Dari kedua definisi tentang harga tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa harga adalah nilai suatu bararig atau jasa yang diukur dengan sejumlah uang yang dikeluarkan oleh pembeli untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari barang atau jasa berikut pelayanannya.
Dalam menyusun kebijakan penetapan harga, perusahaan mengikuti prosedur enam tahap penetapan harga yaitu : (Kotler, 2002 : 550):
1. Perusahaan memilih tnjuan penetapan harga.
2. Perusahaan memperkirakan kurva permintaan, probabilitas kuantitas yang akan terjual pada tiap kemungkinan harga.
3. Perusahaan memperkirakan bagaimana biaya bervariasi pada berbagai level produksi dan pada berbagai level akumulasi pengalaman produksi.
4. Perusahaan menganalisa biaya, harga, dan tawaran pesaing.
5. Perusahaan menyeleksi metode penetapan harga
6. Perusahaan memilih harga akhir.

Tujuan Penetapan Harga
Dalam menetapkan harga, perusahaan harus mengetahui terlebih dahulu tujuan dari penetapan harga itu sendiri. Makin jelas tujuannya, makin mudah harga ditetapkan. Pada dasamya, tujuan penetapan harga dapat dikaitkan dengan laba atau volume tertentu. Tujuan ini haras selaras dengan tujuan pemasaran yang dikembangkan dari tujuan perusahaan secara keseluruhan.

2.4. Faktor-faktor Yamg Mempengaruhi Tingkat Harga
Perusahaan hanya mempertimbangkan berbagai faktor dalam menetapkan kebijakan harga. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi perasahaan dalam menetapkan tingkat harga bagi produknya.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat harga antara lain :
a. Kurva permintaan
Kurva yang menunjukkan tingkat pembelian pasar pada berbagai harga. Kurva tersebut menjumlahkan reaksi berbagai individu yang memiliki kepekaan pasar yang beragam. Langkah pertama dalam memperkirakan permintaan karena itu adalah memahami faktor - faktor yang mempengaruhi harga pembeli. Negal telah mendefinisikan sembilan faktor yang mempengaruhi permintaan akan suatu produk yaitu : (Kotler, 2002:522)
1. Pengaruh nilai unik.
Pembeli kurang peka terhadap harga jika produk tersebut lebih bersifat unik.
2. Pengaruh kesadaran atas produk pengganti
Pembeli semakin kurang peka terhadap harga jika mereka tidakmenyadari adanya produk pengganti.
3. Pengaruh perbandingan yang sulit
Pembeli semakin kurang peka terhadap harga jika mereka dapat dengan mudah membandingkan kualitas barang pengganti
4. Pengaruh pengeluaran total
Pembeli semakin kurang peka terhadap harga jika pengeluaran tersebut semakin rendah dibandingkan total pendapatan.
5. Pengaruh manfaat akhir
Pembeli semakin kurang peka terhadap harga jika pengeluaran tersbut semakin kecil dibandingkan biaya total produk akhirnya.
6. Pengaruh biaya yang dibagi
Pembeli semakin kurang peka terhadap harga jika sebagian biaya ditanggung pihak lain.
7. Pengaruh investasi tertanam
Pembeli semakin kurang peka terhadap harga jika produk tersebut digunakan bersama dengan aktiva yang telah dibeli sebelumnya.
8. Pengaruh kualitas harga
Pembeli semakin kurang peka terhadap harga jika produk tersebut dianggap memiliki kualitas.
9. Pengaruh persediaan
Pembeli semakin kurang peka terhadap harga jika mereka tidak dapat menyimpan produk tersebut.
b. Biaya
Biaya merupakan faktor penting dalam menentukan harga minimal yang harus ditetapkan agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Perasahaan ingin menetapkan harga yang dapat menutup biaya produksi, distribusi, dan penjualan produknya, termasuk pengembalian yang memadai atas usaha dan resikonya. Untuk dapat menetapkan harga dengan tepat, manajemen perlu untuk mengetahui bagaimana biaya bervariasi bila level produksinya berubah.
Biaya perusahaan ada dua jenis yaitu :
1. Biaya tetap adalah biaya - biaya yang tidak dipengaruhi oleh produksi atau penjualan. Perusahaan harus membayar tagihan bulanan untuk sewa, gaji karyawan, dan lainnya.
2. Biaya variable adalah biaya yang tidak tetap dan akan berubah menurut level produksi. Biaya ini disebut biaya variabel karena biaya totalnya berabah sesuai dengan jumlah unit yang diproduksi.
c. Persaingan
Persaingan dalam suatu industri dapat dianalisis berdasarkan faktor-faktor seperti:
1. Jumlah perusahaan dalam industri
Bila hanya ada satu perusahaan dalam industri, maka secara teoritis perusahaan yang bersangkutan bebas menetapkan harganya seberapapun.
2. Ukuran relatif setiap perasahaan dalam industri.
Bila perasahaan memiliki pangsa pasar yang besar, maka perusahaan yang bersangkutan dapat memegang inisiatif perubahan harganya.
3. Diferensiasi produk
Apabila perusahaari berpeluang melakukan diferensiasi dalam industrinya, maka perusahaan tersebut dapat mengendalikan aspek penetapan harganya, bahkan sekalipun perusahaein itu kecil dan banyak pesaing dalam industri.
4. Kemudahan untuk masuk (Ease ofentry) dalam industri.
Jika suatu industri mudah untuk dimasuki, maka perusahaan yang sudah ada akan sulit mempengaruhi atau mengendalikan harga.
d. Pelanggan
Permintaan pelanggan didasarkan pada beberapa faktor yang saling terkait dan bahkan seringkali sulit memperkirakan hubungan antar faktor secara akurat.

2.5. Metode-Metode Penetapan Harga
Penetapan harga atas barang atau jasa yang efisien sering menjadi masalah yang sulit bagi suatu perusahaan. Meskipun cara atau metode penetapan harga yang dipakai adalah sama bagi perusahaan (didasarkan pada biaya, persaingan, permintaan, laba dan sebagainya), tetapi kombinasi optimal dari faktor-faktor tersebut berbeda sesuai dengan sifat prodiiknya, pasamya, dan tujuan perusahaan.
Perusahaan memilih penetapan harga yang menyertakan satu atau lebih dari pertimbangan tersebut. Kotler mengemukakan enam metode-metode penetapan harga (2002 : 529 - 534), antara lain :
• Penetapan harga mark-up
• Penetapan harga berdasarkan pengembalian yang diharapkan
• Penetapan harga berdasarkan nilai yang dipersepsikan
• Penetapan harga nilai
• Penetapan harga sesuai harga berlaku
• Penetapan harga penawaran tertutup

2.6 Metode Penentuan Harga Jual
Secara khusus, skripsi ini menggunakan metode penentuan harga jual dengan metode Cost Plus Pricing Method (Penetapan harga berdasarkan biaya plus).
Dasar penetapan ini adalah menambah tingkat keuntungan (mark up) yang standar pada setiap biaya yang dibebankan pada setiap barang.
Pertimbangan menggunakan metode ini adalah minimnya ketidakpastian pada biaya dibanding permintaan. Dengan mendasarkan pada biayanya, penetapan harga jual ini menjadi lebih sederhana dan penjual tidak perlu lagi membuata penyesuaian harga terhadap permintaan.
Penggunaan metode ini dapat menguntungkan perusahaan dalam memaksimalkan laba. Dengan asumsi bahwa jika seluruh perusahaan dalam suatu jenis industri kerupuk menggunakan prosentase mark up yang sama, maka persaingan harga yang terjadi akan semakin berkurang.
Dalam metode tersebut penjual maupun produsen menetapkan harga jual untuk satu unit barang yang besarnya sama dengan jumlah biaya per unit ditambah dengan laba yang diharapkan (marjin) pada unit tersebut, sehingga dapat diformulasikan dengan rumus sebagai berikut:
Profit Margin = Net Operating Income x 100 %
Net Sales x 100 %


DAFTAR PUSTAKA

Kotler, Philip, Manajemen Pemasaran, Jilid I, Edisi Indonesia, Edisi Milenium,Edisi Kesepuluh , Penerbit PT. Prenhallindo, Jakarta,2002
Kotler, Philip, Manajemen Pemasaran, Jilid II, Edisi Indonesia, Edisi Milenium,Edisi Kesepuluh, Penerbit PT. Prenhallindo, Jakarta,2002
Kotler, Philip dan Armstrong, Gary, Prinsip - prinsip Pemasaran, Jilid 2, Edisi Kedelapan,Penerbit Erlangga, Jakarta,2001
Sumarni, Murti dan Soeprihanto, John, Pengantar Bisnis (Dasar - Dasar Ekonomi Perusahaan), Edisi Kelima, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1998
Sutojo, Siswanto dan Kleinsteuber, Friz, Strategi Manajemen Pemasaran, Edisi Pertama, Penerbit PT. Damair Mulia Pustaka, Jakarta, 2002
Swastha, Basu, Manajemen Pemasaran Modern, Edisi Ketiga, Penerbit Liberty, Yogyakarta,1998



Persepsi Pendengar Radio

2.1 Pengertian Radio
Yang dimaksud dengan istilah radio adalah keseluruhan sistem gelombang suara yang dipancarkan dari sebuah stasiun dan kemudian diterima oleh berbagai pesawat penerima (Sunarjo, 1995:277). Dengan demikian yang dimaksud dengan istilah radio bukan hanya bentuk fisiknya saja, tetapi antara bentuk fisik dengan kegiatan radio adalah saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Karena itu apabila pengertian radio tersebut dipisahkan satu persatu ataupun diperinci secara fisik, maka yang dimaksud dengan radio adalah keseluruhan daripada pemancar, studio, dan pesawat penerima sekaligus.
Penyampaian pesan melalui radio siaran dilakukan dengan menggunakan bahasa lisan; kalaupun ada lambang-lambang non verbal, yang dipergunakan jumlahnya sangat minim, umpamanya tanda pada saat akan memulai acara warta berita dalam bentuk bunyi telegrafi atau bunyi salah satu alat musik. Keuntungan radio siaran bagi komunikan ialah sifatnya yang santai dan flexibel. Orang bisa menikmati acara siaran radio dengan sambil tidur-tiduran, sambil bekerja, bahkan sambil mengemudikan mobil (Sendjaja, S. Djuarsa, 1993:18)
Dengan demikian karena sifatnya yang auditif ini mendorong masyarakat lebih menyukainya sebagai salah satu media massa yang cepat digemari dengan kemudahan penerimaan tanpa memerlukan keahlian khusus.
Radio sebagai salah satu penyebar informasi merupakan industri yang selalu berkembang, yang mampu menciptakan lapangan serta kesempatan kerja lain, serta menghidupkan industri lain yang terkait. Radio juga merupakan industri tersendiri yang memiliki peraturan dan norma-norma yang menghubungkan institusi tersebut dengan masyarakat dan institusi sosial lainnya.
Dilain pihak, institusi media dikelola masyarakat, Radio akhirnya terlihat sebagai sarana industri dan berkembang luas menjadi suatu Perseroan Terbatas (PT) dalam fase akhir. Upaya memanajemen radio yang berorientasi pada pemberdayaan masyarakat menjadi manusia unggul menjadi pertimbangan akan peningkatan kualitas radio di mata masyarakat.
Dalam melihat permintaan pasar tersebut radio mahasiswa akan mementingkan keberadaan dirinya di antara media radio lainnya, disamping media cetak dan televisi. Dengan kebutuhan operasional yang meningkat dan untuk terus dapat menghidupinya, radio sebagai media industri yang akan mengandalkan iklan dari produsen yang menjadi partner kerja (profit oriented). (McQuail. Denis, 1991:3)

2.2 Program Siaran Radio sebagai Atribut Produk
Unsur yang terpenting dalam bauran pemasaran adalah produk, karena suatu proses pemasaran baru akan terjadi bila ada produk yang hendak ditawarkan. Produk adalah segala sesuatu, baik yang disukai maupun yang tidak disukai, yang diterima seseorang dalam pertukaran. Produk merupakan atribut yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan, yang mencakup kegunaan fungsional, sosial dan psikologis.
Suatu produk dapat berupa ide, pelayanan, barang atau kombinasi dari ketiganya. Perlu diingat bahwa penekanan produk bukan pada barang secara fisik, tetapi pada kegunaan produk itu dan diusahakan agar dikenal oleh konsumen sehingga menanamkan image yang kuat akan produk tersebut. Juga dalam mengembangkan produk-produknya perusahaan harus melihat pada kebutuhan dan keinginan konsumen, yang harus dapat dipenuhi dengan tingkat mutu yang terjamin sehingga dapat mencapai kepuasan konsumen (Consumer Satisfaction).
Setelah masalah ini diselesaikan, maka keputusan-keputusan tentang harga, tempat dan promosi dapat dilaksanakan. Menurut Philip Kotler, definisi produk adalah sebagai berikut : “Produk adalah sesuatu yang dapat ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan”.(Kotler, 2002:448)

2.3 Konsep Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen merupakan studi bagaimana manusia membuat keputusan untuk menggunakan dan yang mereka miliki untuk item-item yang berhubungan dengan konsumsi, yaitu : bagaimana, dimana, mengapa, berapa, dan frekuensi mereka membeli.
Menurut Leon G. Schiffman dan Leslie L. Kanuk (1994:7).:
Perilaku Konsumen dapat digambarkan sebagai perilaku yang diperlihatkan oleh konsumen dalam mencari, membeli, mengevaluasi dan menyeleksi produk dan jasa yang mereka harapkan agar dapat memuaskan kebutuhan mereka

Sedangkan menurut James F. Angel, Roger D. Blackwell dan Paul W. Miniard (1995:4):
Perilaku konsumen sebagai aktivitas yang secara langsung terlibat dalam pengkonsumsian dan menyeleksi produk dan jasa, mencakup proses dalam pengambilan keputusan yang menyertainya.

Dari kedua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Perilaku konsumen merupakan perilaku yang diperlihatkan oleh konsumen dalam mencari pemuasan akan kebutuhan dan keinginannya.
2. Perilaku konsumen merupakan perilaku yang diperlihatkan oleh konsumen dalam mencari kepuasan akan kebutuhan dan keinginannya Pemahaman yang baik terhadap perilaku konsumen mengharuskan seorang pemasar untuk menemukan apa, dimana, bilamana dan bagaimana konsumen membeli suatu produk atau jasa sehingga pemasar sanggup mencapai dan melayani mereka secara efektif.
3. Perilaku yang diperlihatkan konsumen terhadap strategi pemasaran yang diterapkan oleh perusahaan berdampak terhadap keberhasilan perusahaan. Para pemasar harus mempelajari keinginan, persepsi, preferensi, dan perilaku pembelian para pelanggan sasaran mereka.

2.4 Persepsi Pendengar terhadap Radio
Positioning radio dengan format apapun yang dipilih, harus memperhatikan empat buah aspek yaitu: (Alex Anindito, dalam http://www.digilib.ui.edu):
1. quality;
2. originality;
3. interactivity;
4. availability.
Ad.1 Quality
Kualitas (Quality) meliputi keseluruhan komponen yang ditawarkan oleh stasiun radio tersebut. Kualitas jasa dan pelayanan terhadap stake holder stasiun radio harus selalu menjadi pertimbangan utama dari pihak manajemen. Kualitas utama dari stasiun radio adalah program yang ditawarkan kepada para pendengarnya. Selain itu juga berhubungan dengan unsur people yaitu pekerja radio itu sendiri dan para pendengar radio yang memberikan persepsi akan jasa yang diberikan stasiun radio tersebut.

Ad.2 Originality
Orisinalitas (Originality) sebuah stasiun radio berhubungan dengan penciptaan dan mutu dan program-program yang dibuat oleh stasiun radio tersebut. Makin banyaknya stasiun radio yang mengudara dengan segmen pendengar yang beraneka ragam membuat stasiun radio mempunyai kesutitan untuk membedakan diri mereka dengan stasiun radio lain yang mempunyai format yang mirip. Stasiun radio perlu membuat suatu program yang dapat mengisi ceruk yang kosong "Niche Programming".

Ad. 3 Interactivity
Interactivity berhubungan dengan komunikasi antara stasiun radio dengan para pendengarnya. Karena radio merupakan media satu arah maka stasiun radio harus mengupayakan para pendengamya untuk memberikan input maupun saran dengan penciptaan program yang dapat melibatkan para pendengarnya.
Ad. 4 Availability
Availability berhubungan dengan place, lokasi pemancar dan daerah cakupan yang dapat diliput oleh sebuah stasiun radio, selain itu lama waktu siaran juga memegang peranan dalam hal ini. Jika saran dan prasarana serta faktor keuangan dapat mendukung maka sebuah stasiun radio seharusnya siaran 24 jam.

REFERENSI:
Alex Anindito, Positioning Radio Format Informasi Dan Segmentasi Pendengar (Studi Survey Positioning Pada Mahasiswa FISIP UI, Depok), diunduh dari http://www.digilib.ui.edu/opac/themes/libri2/detail.jsp?
Dajan, Anto, 1986, Pengantar Metode Statistik. Jilid II. LP3ES. Jakarta,
Jonathans, Errol, 2006, Socrates di Radio Esai-Esai Jagad Keradioan, Gong Plus, Yogyakarta
Kotler, Philip dan Armstrong, Gary, 2001, Prinsip - prinsip Pemasaran, Jilid 2, Edisi Kedelapan,Penerbit Erlangga, Jakarta
Kotler, Philip, 2002, Manajemen Pemasaran, Jilid I, Edisi Indonesia, Edisi Milenium,Edisi Kesepuluh , Penerbit PT. Prenhallindo, Jakarta
Kotler, Philip, 2002, Manajemen Pemasaran, Jilid II, Edisi Indonesia, Edisi Milenium,Edisi Kesepuluh, Penerbit PT. Prenhallindo, Jakarta
McQuail, Denis, 1991, Teori Komunikasi Massa, PT. Erlangga, Jakarta
Sendjaja, S. Djuarsa, Ekologi Media Analisis dan Aplikasi Teori “Niche” Dalam Penelitian Tentang Kompetisi Antar Industri Media, Jurnal Komunikasi Audientia, No. 2. April-Juni, 1993
Swastha, Basu, 1998, Manajemen Pemasaran Modern, Edisi Ketiga, Penerbit Liberty, Yogyakarta

Postingan Lebih Baru Beranda
 
© 2008 modified By zone-Template created by zone-Template